Bapak/ibu/basudara
jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Dewasa
ini, banyak orang sering mengatakan bahwa kalau mau hidup bahagia, kalau mau
hidup senang, kalau mau hidup nikmat, pandai-pandailah untuk memanfaatkan
peluang yang ada. Saya kira pernyataan ini tidak salah, tetapi juga mesti
diinterpretasi atau diartikan secara hati-hati, sebab tidak semua peluang yang
ada di depan mata, itu mampu membawa kita dalam kebahagiaan dan kenikmatan
hidup yang sesungguhnya.
Nah
Berbicara tentang memanfaatkan peluang untuk mencapai kebahagiaan dan kenikmatan
hidup, maka bacaan kita kali ini yang terpilih dari kitab Kejadian 39:11-23
menjadi acuan bagi kita selaku orang-orang percaya, di dalam melihat dan
memahami apa yang dimaksud dengan peluang dan kebahagiaan dari sudut pandang
iman kristen.
Kisah
yang tertuang di dalam teks ini sesungguhnya bukanlah teks yang asing bagi kita,
karena sudah seringkali kita baca dan dengarkan. Teks yang menceritakan tentang
perjalanan iman dari Yusuf, secara khusus ketika ia berhadapan dengan godaan
yang ditawarkan oleh istri potifar ini, merupakan kisah yang di dalamnya
mengandung pesan-pesan rohani yang sangat relevan dengan kondisi kenyataan
hidup kita di masa kini.
Sebagaimana
kita tahu bersama bahwa Yusuf yang adalah si bungsu dari anak-anak Yakub, awalnya
dijual oleh saudara-saudaranya karena mereka cemburu terhadap
kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Yusuf. Yusuf kemudian di bawa ke mesir
dan melayani di rumah potifar, seorang pegawai di istana Firaun. Ketika Yusuf
bekerja disana, segala sesuatu yang dilakukannya berhasil karena Tuhan
menyertai dia. Kenapa Tuhan menyertai dia? Penyertaan Tuhan itu ada karena
Yusuf memiliki sikap yang baik, sopan dan bertanggung jawab. Atas dasar itulah,
Yusuf kemudian diberikan kepercayaan yang lebih besar dari tuannya, potifar.
Kepada Yusuf, potifar memberi kuasa atas rumah dan segala miliknya, padahal
Yusuf sebenarnya hanyalah seorang budak, yang saat itu Yusuf masih sangat muda.
Ia baru berusia 17 tahun. Gambaran ini menunjukan bahwa keberhasilan seseorang
tidak ditentukan oleh umur, kedudukan, jabatan dan status sosial. Keberhasilan
yang adalah buah berkat dari Tuhan sebenarnya ditentukan oleh sikap dan cara
pandang kita di dalam melakukan setiap pekerjaan yang diembankan kepada kita. Maksudnya
ialah bahwa siapa yang mau hidupnya diberkati seperti Yusuf, ia harus bekerja dengan
sungguh, jujur dan penuh rasa tanggung jawab,
Bercermin
dari teks ini, maka ketika merenungi kehidupan ini dan melihat kenyataan yang
terjadi, kita akan menemukan bahwa seringkali juga kesungguhan di dalam bekerja
ini sering diabaikan di dalam hidup kita selaku orang-orang percaya, baik sebagai
pekerja di pemerintahan, swasta, di kantor maupun di pasar, bahkan juga dalam
pelayanan.
Bapak/ibu
basudara sekalian, terkait dengan hal ini, belakangan ada beberapa jenis
penyakit yang muncul dan menggerogoti kehidupan kita selaku orang-orang percaya.
Jangan kaget bapak/ibu. Penyakit-penyakit itu bukanlah penyakit yang
sesungguhnya, melainkan hanyalah semacam plesetan. Bapak/ibu basudara mau tahu
nama-nama dari penyakit-penyakit itu? Mau tahu tidak? Ok saya sebutkan. Yang
pertama Kudis, yang merupakan singkatan dari kurang disiplin, kedua, Asma=asal
mengisi absen, ke-3.Kram=kurang terampil ke-4. Asam urat=asal sampai
uring-uringan atau tiduran yang ke-5. Ginjal=Gaji ingin naik, kerjaan lambat. Yang
ke 6. Malaria, nah ini yang paling berbahaya = Masuk lalu ronda cari Alkohol.
Kemarin
juga ketika saya memimpin ibadah buka usbu di salah satu kantor pemerintah,
pimpinannya mengatakan buat saya, aduh ini anak-anak buah saya yang Kristen,
justru yang lebih banyak mengalami krisis panggilan di tempat bekerja.
Jika
orang-orang Kristen sudah berada dalam posisi yang demikian. Keberhasilan
seperti apa yang hendak ia raih dalam pekerjaannya. Seringkali sebagai
orang-orang Kristen, kita lupa bahwa hal-hal yang berkaitan dengan iman itu
selalu identik dengan kegiatan-kegiatan ritual dan yang dianggap rohaniah.
Orang dikatakan beriman apabila ia rajin beribadah, rajin ke gereja, suka
terlibat di dalam kegiatan-kegiatan pelayanan dan seterusnya. Memang benar,
orang beriman itu harus rajin beribadah, hidup rohaninya harus baik, tapi
ingat, rajin beribadah saja tidak cukup, Kenapa? Sebab jika iman hanya diyakini
di dalam ruang-ruang ibadah, tanpa perbuatan nyata sebagai bentuk riil dari
iman itu sendiri, maka sebenarnya iman kita hanyalah iman yang mati. Yusuf
tidak seperti demikian. Ia adalah orang yang benar-benar beriman kepada Allah,
dan imannya itu ia nyatakan secara sungguh di dalam pekerjaannya. Dengan
demikian orang-orang percaya harus mencontohi teladan hidup dari Yusuf. Sehingga
tidak ada orang yang berdoa minta kekuatan hari minggu di gereja, atau senin
pagi di muka meja sombayang lalu kemudian ketika bekerja tidak sungguh-sungguh
dan asal-asalan saja. Melalui teladan Yusuf ini juga, kita semua belajar untuk
bekerja secara bertanggungjawab & bukan bekerja pancuri tulang.
Selanjutnya,
saya yakin kita sekalian punya pengalaman iman bersama dengan Tuhan. Ketika di
dalam kesungguhan kita bergumul meminta Tuhan mengaruniakan pekerjaan kepada
kita. Kemudian, Tuhan memberikan itu,
kita diperkenankan menjadi seorang pegawai negeri sipil atau pegawai
swasta misalnya. Luar biasa, iman kita membuahkan hasil. Ternyata setelah
memperoleh pekerjaan, ada banyak diantara kita yang proses berimannya berhenti
disini. Ya pergumulan kita sudah dijawab, saya sudah dapat pekerjaan, puji
Tuhan. Itu cukup. Padahal semestinya, kalau kita meyakini bahwa pekerjaan ini
adalah pemberian dari Allah, maka tentunya pekerjaan ini adalah pekerjaan yang
kudus. Sehingga kita mesti mengerjakannya
dengan baik.
Bapak/ibu
basudara jemaat yang diberkati Tuhan
Sadarilah
bahwa pekerjaan apapun yang sementara kita tekuni adalah berkat Allah dan
panggilan bagi hidup kita. Lakukanlah secara sungguh, sebab Tuhan
memperhitungkan apa yang kita lakukan. Yusuf adalah bukti nyata bahwa Tuhan
akan menyertai setiap orang, Tuhan akan menambahkan berkat dan tanggung jawab
yang besar apabila kita setia terhadap tanggung jawab yang kecil, yang Tuhan
berikan kepada saudara dan saya, secara khusus di tengah-tengah pekerjaan kita
masing-masing.
Pesan
kedua yang hendak disampaikan kepada kita di dalam teks ini mengacu pada
peristiwa ketika Yusuf digodai oleh istri potifar untuk melakukan perzinahan.
Yang menarik disini ialah bagaimana Yusuf mampu mempertahankan imannya kepada
Allah di tengah-tengah godaan dan peluang yang begitu besar. Kalau kita baca
pada ayat yang ke-11&12, kita akan menemukan dengan jelas bahwa pada saat
itu tidak ada seorangpun yang ada di rumah. Seandainya Yusuf mau, perzinahan
itu pasti sudah terjadi. Tetapi Yusuf tidak melakukannya. Kenapa Yusuf tidak
melakukan itu? Yusuf memahami bahwa hal itu merupakan sebuah kekejian bagi
Tuhan. Yusuf tahu dan sadar bahwa memang tidak seorangpun yang melihat kejadian
itu, tetapi mata Allah adalah melihat semua yang terjadi. Yusuf memahami Allah
sebagai pribadi yang maha tahu, bahkan sampai ke kedalaman hati manusia.
Nah,
persoalan inilah yang menjadi titik sentral pemberitaan kita pagi ini di dalam mengevaluasi kehidupan kita
selaku orang-orang percaya. Kenapa saya katakan demikian? Coba kita lihat
kenyataan2 yang terjadi dalam hidup ini. Ketika ada banyak orang, termasuk kita
sebagai orang-orang percaya yang cepat tergoda dengan berbagai rayuan dunia.
Bagaimana tidak, ketika ada peluang-peluang untuk memperkaya diri, yang diprioritaskan
hanyalah saya harus kaya, saya harus punya banyak uang, ini kesempatan saya,
kapan lagi. Lalu kemudian, anak-anak Tuhan jatuh tersungkur di bawah rayuan
dunia ini. Imannya menjadi hancur berantakan, hanya karena peluang yang membawa
kepada kebahagiaan yang semu. Di media televisi dan surat kabar misalnya, kita
bisa membaca dan mendengar kasus-kasus dimana karena mau kaya mendadak, lalu
kemudian terlibat di dalam praktek-praktek yang merugikan Negara. Spekulasi,
korupsi dan kolusi menjadi pilihan hidup dibanding mempertahankan iman secara
utuh kepada Allah.
Tawaran-tawaran
lain juga hadir di dalam hidup kita, dimana orang lebih cenderung untuk melihat
togel sebagai peluang untuk memperkaya diri. Kita berpikir apa yang kita buat
kan tidak dilihat manusia, jadi tidak ada persoalan. Ataupun pun juga ketika
ada tawaran-tawaran dari wanita atau pria yang punya sifat seperti istri
potifar, kita mudah sekali jatuh di dalam perselingkuhan. Namun, bukan saja
perselingkuhan, sekarang ini, ada informasi bahwa ada kasus-kasus yang muncul
dimana orang dewasa menggunakan berbagai cara untuk menggoda anak-anak muda, baik
laki-laki maupun perempuan, salah satunya dengan iming-iming uang. Lalu
kemudian, anak-anak mudah jatuh di dalam perangkap dosa. Kekudusan bukan lagi
menjadi pilihan hidup, melainkan peluang untuk bisa memiliki banyak uang, apapun
caranya, itulah yang dikejar.
Di
awal khotbah tadi saya katakan bahwa tidak semua peluang itu mampu membawa kita
kepada kebahagiaan hidup. Karena itu, kehidupan ini mesti kita sikapi secara
bijaksana di dalam kehendak Allah. Kita bisa melihat secara nyata, akibat-akibat
dari kehidupan yang diluar kehendak Allah, dimana ketika terlibat di dalam
korupsi, ujung-ujungnya penderitaan di dalam penjara, terlibat di dalam togel,
bisa dipenjara, bisa juga mengalami kesusahan di dalam kehidupan rumah tangga
karena berkat Tuhan tidak mampu dikelola secara bijaksana. Bayangkan saja,
kalau sudah ketagihan orang itu bisa pasang togel diatas 10rb perhari, bahkan
ada yang berani sampai seratus ribu, padahal pendapatan per harinya itu kecil. Demikian
juga ketika Tergoda oleh wanita dan pria idaman lain, maka hancurlah kehidupan
rumah tangga dan korbannya adalah anak-anak. Begitu pun juga, anak-anak muda
yang cepat tergiur oleh uang, masa depannya kelam, karena berpotensi besar
terkena HIV Aids, dan berbagai persoalan lainnya. Inikah yang kita sebut
sebagai kebahagiaan? Sudah tentu tidak? Karena itu, terhadap fenomena-fenomena
ini, tema mingguan kita “Spiritualitas tahan uji” mengajak saudara dan saya melalui
pembacaan kali ini bahwa di tengah-tengah keberadaan hidup yang penuh dengan
tawaran dan godaan, carilah kehendak Allah, supaya hidup kita diberkati dan
kebahagiaan sejati akan kita miliki.
Pesan
terakhir yang hendak disampaikan dari teks ini, memberikan sebuah kesimpulan untuk kita sadari bersama bahwa beriman kepada Allah itu bukan sesuatu
yang tanpa resiko. Kenyataan yang dihadapi oleh Yusuf yang difitnah oleh Istri
potifar telah menunjukan kepada kita bahwa hidup di dalam kehendak Allah itu
membutuhkan kesiapan untuk menerima konsekuensinya sebagai akibat dari iman yang
kita pertahankan. Kalau kita ditolak karena tidak mau kompromi dengan korupsi, jangan
kaget, kalau kita dikucilkan karena tidak mau melakukan hal-hal yang tidak
benar dihadapan Allah, jangan takut, kalau kita hidup pas-pasan, tidak seperti
orang lain yang penuh dengan kelimpahan tapi dengan cara yang tidak benar,
jangan cemburu, sebab Tuhan itu maha mengetahui kesungguhan kita.
Kisah
Yusuf di bagian akhir dan pada pasal2 selanjutnya juga menunjukan kepada kita
bahwa, Tuhan akan mengangkat kehidupan setiap orang dari berbagai persoalan
yang dihadapi, ketika setiap kita mau secara sungguh menunjukan iman dan
kesetiaan kita kepada Allah. Jika kita melakukan segala sesuatu di dalam takut
akan Tuhan, saya percaya, apa yang menjadi bagian dari kehidupan Yusuf dibagian
akhir dari teks ini, dimana Tuhan menyertai dan melimpahkan kasih setiaNya,
melalui kepala penjara, juga akan menjadi bagian menjadi kehidupan saudara dan
saya. Tuhan akan membuat segala sesuatu yang kita kerjakan berhasil, apabila
kita memiliki iman yang teguh untuk terus berjalan di jalan Tuhan. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar