Jumat, 27 Februari 2015

Spiritualitas Tahan Uji: Menjaga kekudusan Hidup (Kejadian 39:11-23)


Bapak/ibu/basudara jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!

Dewasa ini, banyak orang sering mengatakan bahwa kalau mau hidup bahagia, kalau mau hidup senang, kalau mau hidup nikmat, pandai-pandailah untuk memanfaatkan peluang yang ada. Saya kira pernyataan ini tidak salah, tetapi juga mesti diinterpretasi atau diartikan secara hati-hati, sebab tidak semua peluang yang ada di depan mata, itu mampu membawa kita dalam kebahagiaan dan kenikmatan hidup yang sesungguhnya.

Nah Berbicara tentang memanfaatkan peluang untuk mencapai kebahagiaan dan kenikmatan hidup, maka bacaan kita kali ini yang terpilih dari kitab Kejadian 39:11-23 menjadi acuan bagi kita selaku orang-orang percaya, di dalam melihat dan memahami apa yang dimaksud dengan peluang dan kebahagiaan dari sudut pandang iman kristen.

Kisah yang tertuang di dalam teks ini sesungguhnya bukanlah teks yang asing bagi kita, karena sudah seringkali kita baca dan dengarkan. Teks yang menceritakan tentang perjalanan iman dari Yusuf, secara khusus ketika ia berhadapan dengan godaan yang ditawarkan oleh istri potifar ini, merupakan kisah yang di dalamnya mengandung pesan-pesan rohani yang sangat relevan dengan kondisi kenyataan hidup kita di masa kini.

Sebagaimana kita tahu bersama bahwa Yusuf yang adalah si bungsu dari anak-anak Yakub, awalnya dijual oleh saudara-saudaranya karena mereka cemburu terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Yusuf. Yusuf kemudian di bawa ke mesir dan melayani di rumah potifar, seorang pegawai di istana Firaun. Ketika Yusuf bekerja disana, segala sesuatu yang dilakukannya berhasil karena Tuhan menyertai dia. Kenapa Tuhan menyertai dia? Penyertaan Tuhan itu ada karena Yusuf memiliki sikap yang baik, sopan dan bertanggung jawab. Atas dasar itulah, Yusuf kemudian diberikan kepercayaan yang lebih besar dari tuannya, potifar. Kepada Yusuf, potifar memberi kuasa atas rumah dan segala miliknya, padahal Yusuf sebenarnya hanyalah seorang budak, yang saat itu Yusuf masih sangat muda. Ia baru berusia 17 tahun. Gambaran ini menunjukan bahwa keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh umur, kedudukan, jabatan dan status sosial. Keberhasilan yang adalah buah berkat dari Tuhan sebenarnya ditentukan oleh sikap dan cara pandang kita di dalam melakukan setiap pekerjaan yang diembankan kepada kita. Maksudnya ialah bahwa siapa yang mau hidupnya diberkati seperti Yusuf, ia harus bekerja dengan sungguh, jujur dan penuh rasa tanggung jawab,

Bercermin dari teks ini, maka ketika merenungi kehidupan ini dan melihat kenyataan yang terjadi, kita akan menemukan bahwa seringkali juga kesungguhan di dalam bekerja ini sering diabaikan di dalam hidup kita selaku orang-orang percaya, baik sebagai pekerja di pemerintahan, swasta, di kantor maupun di pasar, bahkan juga dalam pelayanan.

Bapak/ibu basudara sekalian, terkait dengan hal ini, belakangan ada beberapa jenis penyakit yang muncul dan menggerogoti kehidupan kita selaku orang-orang percaya. Jangan kaget bapak/ibu. Penyakit-penyakit itu bukanlah penyakit yang sesungguhnya, melainkan hanyalah semacam plesetan. Bapak/ibu basudara mau tahu nama-nama dari penyakit-penyakit itu? Mau tahu tidak? Ok saya sebutkan. Yang pertama Kudis, yang merupakan singkatan dari kurang disiplin, kedua, Asma=asal mengisi absen, ke-3.Kram=kurang terampil ke-4. Asam urat=asal sampai uring-uringan atau tiduran yang ke-5. Ginjal=Gaji ingin naik, kerjaan lambat. Yang ke 6. Malaria, nah ini yang paling berbahaya = Masuk lalu ronda cari Alkohol.

Kemarin juga ketika saya memimpin ibadah buka usbu di salah satu kantor pemerintah, pimpinannya mengatakan buat saya, aduh ini anak-anak buah saya yang Kristen, justru yang lebih banyak mengalami krisis panggilan di tempat bekerja.

Jika orang-orang Kristen sudah berada dalam posisi yang demikian. Keberhasilan seperti apa yang hendak ia raih dalam pekerjaannya. Seringkali sebagai orang-orang Kristen, kita lupa bahwa hal-hal yang berkaitan dengan iman itu selalu identik dengan kegiatan-kegiatan ritual dan yang dianggap rohaniah. Orang dikatakan beriman apabila ia rajin beribadah, rajin ke gereja, suka terlibat di dalam kegiatan-kegiatan pelayanan dan seterusnya. Memang benar, orang beriman itu harus rajin beribadah, hidup rohaninya harus baik, tapi ingat, rajin beribadah saja tidak cukup, Kenapa? Sebab jika iman hanya diyakini di dalam ruang-ruang ibadah, tanpa perbuatan nyata sebagai bentuk riil dari iman itu sendiri, maka sebenarnya iman kita hanyalah iman yang mati. Yusuf tidak seperti demikian. Ia adalah orang yang benar-benar beriman kepada Allah, dan imannya itu ia nyatakan secara sungguh di dalam pekerjaannya. Dengan demikian orang-orang percaya harus mencontohi teladan hidup dari Yusuf. Sehingga tidak ada orang yang berdoa minta kekuatan hari minggu di gereja, atau senin pagi di muka meja sombayang lalu kemudian ketika bekerja tidak sungguh-sungguh dan asal-asalan saja. Melalui teladan Yusuf ini juga, kita semua belajar untuk bekerja secara bertanggungjawab & bukan bekerja pancuri tulang.

Selanjutnya, saya yakin kita sekalian punya pengalaman iman bersama dengan Tuhan. Ketika di dalam kesungguhan kita bergumul meminta Tuhan mengaruniakan pekerjaan kepada kita. Kemudian, Tuhan memberikan itu,  kita diperkenankan menjadi seorang pegawai negeri sipil atau pegawai swasta misalnya. Luar biasa, iman kita membuahkan hasil. Ternyata setelah memperoleh pekerjaan, ada banyak diantara kita yang proses berimannya berhenti disini. Ya pergumulan kita sudah dijawab, saya sudah dapat pekerjaan, puji Tuhan. Itu cukup. Padahal semestinya, kalau kita meyakini bahwa pekerjaan ini adalah pemberian dari Allah, maka tentunya pekerjaan ini adalah pekerjaan yang kudus. Sehingga kita mesti mengerjakannya  dengan baik.

Bapak/ibu basudara jemaat yang diberkati Tuhan
Sadarilah bahwa pekerjaan apapun yang sementara kita tekuni adalah berkat Allah dan panggilan bagi hidup kita. Lakukanlah secara sungguh, sebab Tuhan memperhitungkan apa yang kita lakukan. Yusuf adalah bukti nyata bahwa Tuhan akan menyertai setiap orang, Tuhan akan menambahkan berkat dan tanggung jawab yang besar apabila kita setia terhadap tanggung jawab yang kecil, yang Tuhan berikan kepada saudara dan saya, secara khusus di tengah-tengah pekerjaan kita masing-masing.

Pesan kedua yang hendak disampaikan kepada kita di dalam teks ini mengacu pada peristiwa ketika Yusuf digodai oleh istri potifar untuk melakukan perzinahan. Yang menarik disini ialah bagaimana Yusuf mampu mempertahankan imannya kepada Allah di tengah-tengah godaan dan peluang yang begitu besar. Kalau kita baca pada ayat yang ke-11&12, kita akan menemukan dengan jelas bahwa pada saat itu tidak ada seorangpun yang ada di rumah. Seandainya Yusuf mau, perzinahan itu pasti sudah terjadi. Tetapi Yusuf tidak melakukannya. Kenapa Yusuf tidak melakukan itu? Yusuf memahami bahwa hal itu merupakan sebuah kekejian bagi Tuhan. Yusuf tahu dan sadar bahwa memang tidak seorangpun yang melihat kejadian itu, tetapi mata Allah adalah melihat semua yang terjadi. Yusuf memahami Allah sebagai pribadi yang maha tahu, bahkan sampai ke kedalaman hati manusia.

Nah, persoalan inilah yang menjadi titik sentral pemberitaan kita  pagi ini di dalam mengevaluasi kehidupan kita selaku orang-orang percaya. Kenapa saya katakan demikian? Coba kita lihat kenyataan2 yang terjadi dalam hidup ini. Ketika ada banyak orang, termasuk kita sebagai orang-orang percaya yang cepat tergoda dengan berbagai rayuan dunia. Bagaimana tidak, ketika ada peluang-peluang untuk memperkaya diri, yang diprioritaskan hanyalah saya harus kaya, saya harus punya banyak uang, ini kesempatan saya, kapan lagi. Lalu kemudian, anak-anak Tuhan jatuh tersungkur di bawah rayuan dunia ini. Imannya menjadi hancur berantakan, hanya karena peluang yang membawa kepada kebahagiaan yang semu. Di media televisi dan surat kabar misalnya, kita bisa membaca dan mendengar kasus-kasus dimana karena mau kaya mendadak, lalu kemudian terlibat di dalam praktek-praktek yang merugikan Negara. Spekulasi, korupsi dan kolusi menjadi pilihan hidup dibanding mempertahankan iman secara utuh kepada Allah.

Tawaran-tawaran lain juga hadir di dalam hidup kita, dimana orang lebih cenderung untuk melihat togel sebagai peluang untuk memperkaya diri. Kita berpikir apa yang kita buat kan tidak dilihat manusia, jadi tidak ada persoalan. Ataupun pun juga ketika ada tawaran-tawaran dari wanita atau pria yang punya sifat seperti istri potifar, kita mudah sekali jatuh di dalam perselingkuhan. Namun, bukan saja perselingkuhan, sekarang ini, ada informasi bahwa ada kasus-kasus yang muncul dimana orang dewasa menggunakan berbagai cara untuk menggoda anak-anak muda, baik laki-laki maupun perempuan, salah satunya dengan iming-iming uang. Lalu kemudian, anak-anak mudah jatuh di dalam perangkap dosa. Kekudusan bukan lagi menjadi pilihan hidup, melainkan peluang untuk bisa memiliki banyak uang, apapun caranya, itulah yang dikejar.

Di awal khotbah tadi saya katakan bahwa tidak semua peluang itu mampu membawa kita kepada kebahagiaan hidup. Karena itu, kehidupan ini mesti kita sikapi secara bijaksana di dalam kehendak Allah. Kita bisa melihat secara nyata, akibat-akibat dari kehidupan yang diluar kehendak Allah, dimana ketika terlibat di dalam korupsi, ujung-ujungnya penderitaan di dalam penjara, terlibat di dalam togel, bisa dipenjara, bisa juga mengalami kesusahan di dalam kehidupan rumah tangga karena berkat Tuhan tidak mampu dikelola secara bijaksana. Bayangkan saja, kalau sudah ketagihan orang itu bisa pasang togel diatas 10rb perhari, bahkan ada yang berani sampai seratus ribu, padahal pendapatan per harinya itu kecil. Demikian juga ketika Tergoda oleh wanita dan pria idaman lain, maka hancurlah kehidupan rumah tangga dan korbannya adalah anak-anak. Begitu pun juga, anak-anak muda yang cepat tergiur oleh uang, masa depannya kelam, karena berpotensi besar terkena HIV Aids, dan berbagai persoalan lainnya. Inikah yang kita sebut sebagai kebahagiaan? Sudah tentu tidak? Karena itu, terhadap fenomena-fenomena ini, tema mingguan kita “Spiritualitas tahan uji” mengajak saudara dan saya melalui pembacaan kali ini bahwa di tengah-tengah keberadaan hidup yang penuh dengan tawaran dan godaan, carilah kehendak Allah, supaya hidup kita diberkati dan kebahagiaan sejati akan kita miliki.

Pesan terakhir yang hendak disampaikan dari teks ini, memberikan sebuah kesimpulan untuk kita sadari bersama bahwa beriman kepada Allah itu bukan sesuatu yang tanpa resiko. Kenyataan yang dihadapi oleh Yusuf yang difitnah oleh Istri potifar telah menunjukan kepada kita bahwa hidup di dalam kehendak Allah itu membutuhkan kesiapan untuk menerima konsekuensinya sebagai akibat dari iman yang kita pertahankan. Kalau kita ditolak karena tidak mau kompromi dengan korupsi, jangan kaget, kalau kita dikucilkan karena tidak mau melakukan hal-hal yang tidak benar dihadapan Allah, jangan takut, kalau kita hidup pas-pasan, tidak seperti orang lain yang penuh dengan kelimpahan tapi dengan cara yang tidak benar, jangan cemburu, sebab Tuhan itu maha mengetahui kesungguhan kita.

Kisah Yusuf di bagian akhir dan pada pasal2 selanjutnya juga menunjukan kepada kita bahwa, Tuhan akan mengangkat kehidupan setiap orang dari berbagai persoalan yang dihadapi, ketika setiap kita mau secara sungguh menunjukan iman dan kesetiaan kita kepada Allah. Jika kita melakukan segala sesuatu di dalam takut akan Tuhan, saya percaya, apa yang menjadi bagian dari kehidupan Yusuf dibagian akhir dari teks ini, dimana Tuhan menyertai dan melimpahkan kasih setiaNya, melalui kepala penjara, juga akan menjadi bagian menjadi kehidupan saudara dan saya. Tuhan akan membuat segala sesuatu yang kita kerjakan berhasil, apabila kita memiliki iman yang teguh untuk terus berjalan di jalan Tuhan. Amin
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar