Bapak/ibu/saudara/i yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, syaloom!
Masih
dalam bingkai tema bulanan: Cerdas demi pembaruan gereja, pastinya kita semua
menyadari bahwa untuk melakukan pembaruan gereja ke arah yang lebih baik,
dibutuhkan kecerdasan. Kecerdasan yang dimaksudkan disini, tidak hanya soal kemampuan
intelektual dan kecakapan dalam berpikir, tetapi juga menyangkut dengan
kecerdasan spiritual. Tentunya untuk menjadi cerdas, bukanlah hal semudah
membalik telapak tangan, sebab kecerdasan membutuhkan proses. Untuk memperoleh
kecerdasan kita mesti belajar banyak hal, termasuk belajar dari spirtualitas kaum
pinggiran, sesuai dengan tema mingguan kita kali ini. Yang termasuk dengan
orang pinggiran ini tidak kepada mereka yang hidupnya miskin, tetapi juga
mereka yang seringkali dianggap rendah status sosialnya, seperti para janda,
anak yatim piatu, orang kusta, orang lumpuh, penyapu jalan, bahkan orang-orang
yang cacat mental (berkebutuhan khusus). Seringkali kita menganggap bahwa
orang-orang pinggrian ini sebagai kelompok yang tidak berdaya, rendah
derajatnya sehingga kita sering memandang mereka dengan sebelah mata. Padahal
justru ada banyak kisah membuktikan bahwa orang-orang pinggiran ini juga memiliki
hal-hal positif yang patut kita contohi. Nah, untuk belajar dari spiritulitas
kaum pinggiran, ada satu kisah nyata yang hendak saya bagikan kepada
bapak/ibu/sdr/I sekalian.
Adalah Lou Xiaoying, seorang wanita miskin
yang hidup di China. Ketika suaminya meninggal tahun 1972, Lou Xiaoying yang telah berusia 71
tahun, terpaksa menopang sisa hidupnya
sebagai pemulung sampah.
Pada suatu pagi, ketika sedang mencari sampah, ia menemukan sebuah kardus yang berisikan seorang bayi perempuan. Bayi itu dalam keadaan lemah, hanya dibungkus sebuah handuk. Lalu dia membawa pulang dan merawat bayi itu. Tidak lama setelah bayi pertama ia temukan, kembali ia menemukan bayi buangan lainnya. Ia pun membawa pulang dan merawat mereka.
Ternyata pembuangan bayi pada saat itu menjadi trend di negara China. Si janda miskin ini berhasil memungut 30 orang bayi, ia membawa pulang semua bayi itu untuk dipelihara. Meskipun ada juga yang kemudian diadopsi oleh keluarga yang lebih mampu. Bayangkan jika berada kita dalam kondisi demikian? Mungkin kita tidak akan mengambil dan memelihara anak-anak yang dibuang itu.
Akhirnya perjuangan ibu janda miskin untuk menghidupi bayi bayi buangan itu tercium wartawan. Kisah itu kemudian menyebar ke seluruh China, bahkan dunia. Wartawan yang datang mewawancarai Lou yang telah terbaring lemah di rumah sakit, di usianya yang ke 88, bercerita bahwa sebelum menghempus napas terakhirnya, ia masih sempat berkata :
"Saya tidak mengerti mengapa orang-orang tega meninggalkan bayi selemah itu terbaring di antara sampah di jalan. Bayi-bayi tersebut adalah makhluk hidup yang berharga, mereka seharusnya
mendapat kasih sayang dan cinta. Saya sangat bersyukur semua bayi bayi dapat dibesarkan dengan sehat dan bahagia. Saya yakin mereka akan menjadi orang yang berguna.
Pada suatu pagi, ketika sedang mencari sampah, ia menemukan sebuah kardus yang berisikan seorang bayi perempuan. Bayi itu dalam keadaan lemah, hanya dibungkus sebuah handuk. Lalu dia membawa pulang dan merawat bayi itu. Tidak lama setelah bayi pertama ia temukan, kembali ia menemukan bayi buangan lainnya. Ia pun membawa pulang dan merawat mereka.
Ternyata pembuangan bayi pada saat itu menjadi trend di negara China. Si janda miskin ini berhasil memungut 30 orang bayi, ia membawa pulang semua bayi itu untuk dipelihara. Meskipun ada juga yang kemudian diadopsi oleh keluarga yang lebih mampu. Bayangkan jika berada kita dalam kondisi demikian? Mungkin kita tidak akan mengambil dan memelihara anak-anak yang dibuang itu.
Akhirnya perjuangan ibu janda miskin untuk menghidupi bayi bayi buangan itu tercium wartawan. Kisah itu kemudian menyebar ke seluruh China, bahkan dunia. Wartawan yang datang mewawancarai Lou yang telah terbaring lemah di rumah sakit, di usianya yang ke 88, bercerita bahwa sebelum menghempus napas terakhirnya, ia masih sempat berkata :
"Saya tidak mengerti mengapa orang-orang tega meninggalkan bayi selemah itu terbaring di antara sampah di jalan. Bayi-bayi tersebut adalah makhluk hidup yang berharga, mereka seharusnya
mendapat kasih sayang dan cinta. Saya sangat bersyukur semua bayi bayi dapat dibesarkan dengan sehat dan bahagia. Saya yakin mereka akan menjadi orang yang berguna.
Kisah ini sungguh menyadarkan banyak orang
bahwa kebaikan hati seseorang tidak hanya dinilai dengan materi. Seorang pumulung sampah yang kehidupannya sulit bisa
memiliki hati semulia emas, ketika dari kekurangannya itu, ia tetap menyatakan
kasih kepada anak-anak yang dibuang itu. .
Cerita ini sejiwa dengan bacaan Alkitab kita di
hari ini tentang kisah janda sarfat yang tetap melayani Elia, meskipun ia
sendiri berada dalam situasi yang kelihatan tidak memungkinkan. Kalau Lou
xiaoying dalam cerita tadi menolong dan membesarkan anak-anak yang dibuang di
tengah kondisi kemiskinan sebagai seorang pemulung sampah, maka dalam teks ini
janda sarfat juga melakukan hal serupa. Di tengah kondisi hidupnya yang serba kekurangan,
sebagaimana yang ditampilkan pada ayat 12, ketika ia hanya memiliki segenggam
tepung dan sedikit minyak di dalam buli-buli. Namun ia tetap berupaya menolong
Elia yang berada dalam kondisi haus dan lapar.
Membaca teks ini tentunya secara manusiawi
kita berpikir bahwa sepertinya kisah ini tidak bisa diterima oleh akal sehat,
sebab bagaimana mungkin janda miskin ini bisa menolong orang yang susah, sementara
dia sendiri adalah orang yang berada dalam kesusahan. Apa yang ditampilkan dari
teks ini begitu luar biasa, sebab spiritualitas janda sarfat ini hendak
mengubah pandangan kita yang mungkin berpikir bahwa “bagaimana saya bisa menolong orang lain, sementara saya
sendiri sementara hidup dalam kesusahan.
Nah berdasarkan teks ini, Pesan pertama yang hendak disampaikan melalui
keteladanan janda sarfat ini adalah bahwa orang yang berada dalam kekurangan
dan kesulitan hidup sekalipun, mereka juga dipakai Tuhan untuk melakukan kebaikan
kepada sesamanya. Intinya adalah bahwa berbuat baik itu harus dilakukan tanpa
syarat. Jangan menunggu kita punya segala-galanya baru kita menolong orang lain.
Apapun situasi kita, susah maupun senang, ketika kesempatan itu ada, kita harus
berupaya melakukan kebaikan bagi sesama. Dengan demikian beta percaya bahwa,
kalau orang yang susah saja seperti Lou xiaoying dan janda sarfat bisa Tuhan
pakai untuk melayani, maka kita yang berada dalam kelebihan, apapun itu, Tuhan
juga memakai saudara dan saya untuk melakukan hal serupa bahkan lebih dari pada
itu. Hal ini berarti bahwa kita tidak boleh merendahkan orang kecil dan
terpinggrikan dalam hidup berjemaat dan bermasyarakat, sebab sesungguhnya semua
kita adalah sama di hadapan Tuhan. Tuhan hadirkan saudara dan saya, supaya di
tengah hidup ini, katong satu bisa
tolong laeng, satu deng laeng saling melayani dan melengkapi. Ingatlah
selalu, setiap orang percaya dengan apa yang dia miliki, dia diutus oleh Tuhan
untuk menyatakan kebaikan bagi semua orang.
Pesan
yang kedua dari teks ini, mengajak kita semua uintuk belajar
dari spiritualitas janda sarfat ini, yang tidak pernah menyerah dengan keadaan
dan penuh perjuangan di tengah kesusahan hidup yang dialami. Ia tidak berpangku
tangan dan pasrah terhadap keadaan, bahkan ia tidak mengambil jalan pintas, dia
tetap melakukan tanggung jawabnya dengan mencari kayu api mengolah apa yang ada
padaNya. Karena itu, mari kita belajar untuk menjadi orang-orang yang mau terus
berjuang di tengah hidup ini.
Bercermin dari janda sarfat ini, ada beberapa
kenyataan yang saya temukan dari kehidupan orang-orang pinggiran yang
mengajarkan kita tentang arti perjuangan hidup. Yang pertama, ketika ada
oma-oma kaeng kabaya, di pagi subuh, sudah bekerja mencabut rumput di sepanjang
trotoar di salah satu jalan yang saya lewati, atau juga bapa ibu pasti sudah pernah
lihat ada seorang penjual koran di depan Amplaz (ambon plaza), meskipun cacat
di bagian kaki, dia tetap penuh semangat melakukan pekerjaannya. Begitupun
seorang bapak yang sudah tua. Ia tidak pernah bergantung dari anak-anaknya, ia
tidak pernah menjadi peminta-minta, tapi selalu bekerja dengan keras dan jujur.
Karena itu, kepada kita yang masih kuat dan produktif, kita tidak boleh cengeng
deng tantangan hidup ini. Kita tidak boleh memakai alasan yang tidak rasional
lalu melegalkan kemalasan, bermental minta-minta, padahal ada kekuatan yang Tuhan
berikan untuk bekerja, kemudian hidup dari peruntungan berupa judi dsb. Bekerjalah
dengan sungguh, Tuhan memperhitungkan peluhmu, Ia sungguh menghargai kerja
kerasmu. Inga tapa yang diungkapkan Amsal 28:19 “Siapa mengerjakan tanahnya akan kenyang dengan makanan, tetapi siapa
yang mengejar barang yang sia-sia akan kenyang dengan kemiskinan”.
Pesan ketiga yang hendak disampaikan dari
teks I Raja2 17:7-16 adalah bahwa Janda sarfat ini menunjukan ketaatan yang
luar biasa kepada Elia, sebab dia meyakini bahwa Elia diutus Tuhan. Bentuk dari
ketaatan janda sarfat ini adalah berlaku baik kepada Elia meskipun dia sendiri berada
dalam kesusahan. Menarik bahwa janda ini meresponi permintaan Elia dengan
kata-kata yang tidak pantas. Saya bisa bayangkan mungkin saja ketika kita ada
dalam situasi seperti si janda sarfat ini, mungkin kita akan berkata kepada
Elia, “Elia apakah kamu tidak waras” ,
saya dan anak saya saja tidak lagi punya makanan, tetapi kamu masih mau meminta dari
kami lagi?. Menarik sekali, janda sarfat tidak menolak, tetapi dengan jujur berkata
bahwa ia tidak memiliki roti dan ketika Elia menyuruhnya membuat roti, dia
tetap melakukan itu. Kita juga mesti balajar dari janda sarfat ini, supaya
ketika misalnya ada orang lain yang meminta pertolongan, jangan sampai kita
mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya, hargailah orang itu, Kalau tidak
ada yang bisa dibantu, katakan dengan jujur saja tidak ada, tapi kalau ada,
bisa untuk membantu, jang pernah berkata tidak ada. Sebab yang dikehendaki
Tuhan adalah, apa yang Ia anugerahkan kepada saudara dan saya adalah juga untuk
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
Ketaatan dari janda sarfat kepada Tuhan
dengan menolong Elia ternyata tidak sia-sia, melalui Elia, Tuhan menyatakan
berkatNya, sehingga tepung dan minyak pada buli-buli itu tidak pernah habis.
Bahkan kalau kita membaca pada ayat 18-24 disitu kita melihat bahwa anak janda
sarfat ini kemudian mati, tetapi akhirnya hidup kembali melalui permohonan doa
Elia kepada Allah. Saya sendiri punya pengalaman iman bahwa ketaatan kepada
Tuhan lewat melakukan perbuatan baik kepada sesama, semuanya itu tidak pernah
sia-sia. Saat menjadi korban kerusuhan, saya sekeluarga tinggal di rumahnya seorang
ibu selama 11 tahun, tanpa bayar sepeser pun. Padahal awalnya kami tidak saling
mengenal dan tidak punya hubungan apa-apa. Beliau menerima saya dan keluarga layaknya
saudara. Setelah bertahun-tahun hidup saya merenungkan, ternyata ini buah dari
apa yang kami sekeluarga tanam. Dulu pernah ada orang asing yang tidak tahu mau
tinggal dimana lagi. Dari kenyataan itu, kami memberikan sebidang tanah beliau
bersama keluarga tinggal dan berjualan. Dari sudut pandang iman, saya yakini bahwa
Tuhan itu tidak pernah lupa dengan perbuatan baik yang kita lakukan kepada sesama.
Percayalah bahwa setiap kebaikan yang dilandasi dengan ketulusan, Tuhan
senantiasa perhitungkan itu. Bapak/ibu/sdr/i akan melihat dan merasakannya,
dalam bentuk yang mungkin berbeda-beda, bagaimana Tuhan berkarya menolong kehidupan
saudara.
Pesan yang terakhir yang hendak disampaikan
kepada kita adalah bahwa mungkin saudara dan saya tidak bisa melakukan mujizat
sama seperti imam eli, tapi saya percaya, kita bisa berbuat sesuatu sehingga
tepung dan minyak yang ada pada buli-buli para janda di tengah kehidupan
persekutuan kita, tetap ada setiap waktu, melalui berbagai berkat yang Tuhan
titipkan. Jangan kuatir, hidupmu senantiasa Tuhan cukupkan. Maknailah hidup ini
dalam sebuah kesadaran bahwa hidup ini adalah kesempatan dimana Tuhan sementara
mengutus saudara dan saya untuk menjadi berkat bagi sesama. Tuhan memberkati
kehidupan kita sekalian. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar